Blogger Widgets

Sabtu, 07 Desember 2013

PUTUS PERNIKAHAN DAN AKIBATNYA




PUTUS PERNIKAHAN DAN AKIBATNYA
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh II
          Dosen Pengampu Kholisudin LC. M. H. I
 Disusun : SYAM EL FIRDAUS AS SHIDIK


KELAS E SEMESTER III
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)KEDIRI
2013
 


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Putusnya Pernikahan
Pada dasarnya pernikahan itu dilakukukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami istri. Namun, dalam keadaan tertentu terdapat hal-hal yang menghendaki putus pernikahan itu dalam arti bila hubungan pernikahan tetap dilanjutkan, maka kemudaratan akan terjadi. Putusnya pernikahan disebabkan karena perceraian dan hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah tidak berhasil didamaikan. Putusnya pernikahan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya pernikahan itu. Dalam hal ini ada 4 kemungkinan putusnya pernikahan, yaitu :
1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Dengan kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan.
2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talak.
3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri ini dengan membayar uang ganti rugi diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutus perkawinan itu. Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khulu’.
4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan atau pada istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh.[1]



B.     Putusnya pernikahan dapat terjadi karena adanya :
1.      Talak

Talak berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata اطلاق artinya lepasnya suatu ikatan pernikahan dan berakhirnya hubungan pernikahan.Menurut istilah syara' talak adalah melepas tali pernikahan dan mengakhiri hubungan suami istri.Menurut Al-Jaziri talak adalah menghilangkan ikatan pernikahan atau mengurangi pelepasan ikatannya dengan menggunakan kata tertentu.Jadi talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga setelah hilangnya ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya, ini terjadi pada talak ba'in.[2]
A.    Macam-macam Talak

Dalam hukum islam macam-macam talak dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segicara atau metode dijatuhkannya talak dan dari segi keadaan istri yang akan ditalak apakah sedang suci atau sedang haid.
a. Dari segi metode menjatuhkan talak, talak dibagi menjadi lima :
1. Talak Sharih
Adalah talak yang diucapkan oleh suami dengan kalimat yang tegas.Misalnya perkataan," hai Ita Hidayati, kamu saya ceraikan".Talak Sharih dapat jatuh meskipun tidak disertai dengan niat.
2. Talak Kinayah
Adalah talak yang diucapkan dengan kalimat sindirian, tetapi mengandung makna dan maksud talak.Talak Kinayah tidak jatuh kecuali dengan niat.Misalnya perkataan suami "pulanglah kamu kerumah orang tuamu selamanya".
3. Talak dengan tulisan
Talak dengan tulisan tetap bisa jatuh, misalnya karena suaminya bisu dengan catatan kalimat tertulis yang dipakai untuk menthalak jelas atau dapat dipahami maksudnya.
4. Thalak dengan isyarat
Orang yang bisu bisa membuat isyarat yang orang lain menjadi faham bahwa ia menceraikan istrinya. Sebagian ulama menyaratkan bisu karena tidak bisa membaca dan menulis.
5. Thalak juga dapat jatuh dengan cara mengirim utusan kepada istri. Utusan tersebut menyampaikan pesan suami bahwa dia telah diceraikan.Misalnya suami berpesan keapada saya bahwa kamu telah diceraikan.Utusan ini diisyaratkan harus orang yang benar-benar bisa dipercaya.[3]
b. Thalak dilihat dari keadaan istri
1. Thalak Sunni
            Adalah thalak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan syarak yaitu suami menceraikan istrinya yang sudah disetubuhinya dengan satu thalak pada saat suci .Thalak yang sesuai dengan syariat Islam adalah satu kali, kemudian merujuknya dan sekali lagi menthalaknya, lantas merujuknya lagi sampai dua kali.Setelah thalak yang kedua suami boleh menceraikan istrinya selamanya atau melanjutkan tali perkawinan sampai akhir hayat.
Alloh SWT berfirman:
لطَّلَاقُ مَرَّتَانِ فَإِمْسَاكٌ بِمَعْرُوفٍ أَوْ تَسْرِيحٌ بِإِحْسَانٍ
Artinya : Thalak(yang dapat dirujuk) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
2. Thalak Bid'i
            Adalah thalak yang bertentangan  dengan hukum Islam, misalnya menjatuhkan thalak tiga sekaligus, menthalak istri pada saat haid, dan lain-lain.
c. Thalak ditijau dari segi kebolehannya dan mantan suami merujuk mantan istrinya.
1. Thalak Raj'i
            Adalah thalak yang boleh diruju' kembali oleh mantan suami pada masa idahnya atau sebelum masa idahnya berakhir.Yang dimaksud disini adalah thalak satu dan dua.Ruju' disini tentu saja tidak perlu memperbaharui akad nikah.
2. Thalak Ba'in
Yaitu thalak yang dijatuhkan oleh suami dan bekas suami dan tidak boleh merujuk kembali kecuali dengan pembaharuan akad nikah dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Thalak Ba'in ada dua macam, yaitu :
a. Thalak Ba'in sugra
            Adalah menghilangkan kepemilikan mantan suami terhadap mantan istrinya, tetapi tidak menghilangkan kebolehan suami untuk ruju' dengan cara memperbaharui akad nikahnya. Termasuk thalak ba'in sugra adalah thalak sebelum bercampur, khuluk, thalak satu dan dua tetapi masa idahnya btelah habis karena salah seorang dipenjara atau lain sebagainya.



b. Thalak Ba'in kubra
            Adalah thalak tiga dimana mantan suami tidak boleh merujuk mantan istrinya kecuali setelah istrinya menikah dengan laki-laki lain dan telah dicampuri dan kemudian diceraikan oleh suaminya yang baru.[4]
B. Syarat Sah Jatuhnya Talak :
1. Orang yang menjatuhkan talak itu sudah mukalla, baligh, dan berakal sehat.
2. Talak dilakukan atas kemauan sendiri.
3. Talak dijatuhkan sesudah nikah yang sah.[5]
C. Rukun Talak :
1. Kata-kata talak ada dua macam, yaitu talak mutlak dan talak muqayyad (terbatas).
2. Suami yang menjatuhkan talak.
3. Istri yang dapat dijatuhi talak.[6]
2.      Khulu’
Bila seorang istri melihat pada suaminya sesuatu yang tidak diridhai Allah untuk melanjutkan hubungan perkawinan, sedangkan si suami tidak merasa perlu untuk menceraikannya, maka si istri dapat menerima perceraian dari suaminya dengan kompensasi ganti rugi yang diberikannya kepada suaminya. Bila suami menerima dan menceraikan istrinya atas dasar uang ganti itu, maka putuslah perkawinan antara keduanya. Dan putus perkawinan dengan cara ini disebut khulu’. Khulu’ yang secara harfiyah berarti “lepas” atau “copot”.Khulu’ itu perceraian dengan kehendak istri.Hukumnya boleh atau mubah. Dasar dari kebolehan ini adalah dari al Qur’an dalam surat al- Baqarah ayat 229.
Di dalam khulu’ itu terdapat beberapa unsur yang merupakan karakteristik dari khulu’ itu dan di dalam setiap unsur terdapat beberapa syarat, yaitu :
1.      Suami yang menceraikan adalah seseorang yang ucapannya telah dapat diperhitungkan secara syara’, yaitu akil, baligh dan berbuat atas kehendaknya sendiri dan kesengajaan.
2.      Istri yang dikhulu’ adalah seseorang yang berada dalam wilayah si suami dalam arti istrinya atau orang yang telah diceraikan, namun masih berada dalam iddah raj’iy.
3.      Adanya uang ganti dalam bentuk suatu yang berharga dan dapat dinilai, yang nilainya sebanding dengan mahar yang diterimanya waktu akad nikah. Ganti rugi ini diberikan oleh istri sendiri atau oleh pihak ketiga atas persetujuan suami istri.
4.      Shigat atau ucapan cerai yang disampaikan oleh suami yang dalam ungkapan tersebut dinyatakan “uang ganti” atau iwadh.
Bila telah diucapakan shigat khulu’ oleh suami atas permintaan sendiri dan  telah pula memberikan tebusan, maka perkawinan putus dalam bentuk talak bain shugra, dalam arti ini tidak boleh rujuk, namun dibolehkan melangsungkan pernikahan sesudah itu tanpa mukhallil.[7]

3.      Fasakh
Dalam masa perkawinan mungkin terdapat sesuatu pada suami atau istri yang menyebabkan tidak mungkin melanjutkan hubungan perkawinan baik karena diketahuinya bahwa salah satu di antara rukun dan syarat tidak terpenuhi atau terjadi sesuatu kemudian hari, maka perkawinan dihentikan, baik oleh hakim atau dihentikan dengan sendirinya.Dalam hukum perdata disebut juga dengan “pembatalan perkawinan”.
Salah satu bentuk terjadinya fasakh adalah adanya pertengkaran antara suami istri yang tidak mungkin didamaikan.Putusnya hubungan perkawinan dalam bentuk fasakh dapat terjadi karena adanya kesalahan yang terjadi waktu akad atau adanya sesuatu yang terjadi kemudian yang mencegah kelangsungan hubungan perkawinan itu.
a.       Bentuk kesalahan yang terjadi waktu akad, yaitu :
1.      Ketahuan kemudian bahwa suami istri itu ternyata punya hubungan nasab atau sepersusuan.
2.      Waktu dinikahkan masih kecil dan tidak punya hak pilih, tetapi setelah dewasa dia menyatakan pilihan untuk membatalkan perkawinan.
3.      Waktu akad nikah berlangsung suatu kewajaran, kemudian ternyata ada penipuan, baik dari segi mahar atau pihak yang melangsungkan perkawinan.
b.      Bentuk kesalahan yang terjadi setelah berlangsung akad nikah, yaitu :
1.      Salah seorang murtad dan tidak mau diajak kembali kepada Islam.
2.      Salah seorang mengalami cacat fisik yang tidak memungkinkan melakukan hubungan suami istri.
3.      Suami terputus sumber nafkahnya dan si istri tidak sabar menunggu pulihnya kehidupan ekonomi si suami.
4.      Zhihar
Secara arti kata zhihar berarti punggung.Secara definitif dikemukakan ulama dalam formulasi yang berbeda. Di antara rumusan zhihar itu adalah :

Ucapan seseorang laki-laki kepada istrinya : “Engkau bagi saya seperti punggung ibu saya.”
Kalau ucapan ini dilakukan hanya sebagai penghormatan sebagaimana ia menghormati ibunya, tidak membawa akibat hukum apa-apa. Namun orang Arab terbiasa menggunakaan kata tersebut untuk memutus hubungan perkawinannya dengan istrinya.
Zhihar merupakan salah satu adat Arab yang dibenci oleh Islam. Hal ini terlihat dalam firman Allah dalam surat al-Mujadilah ayat 2 :
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا         
Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya seperti ibunya), padahal tiadalah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah orang yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan yang munkar dan dusta.
Hukum zhihar adalah haram dan orang yang melakukan zhihar tidak diperbolehkan lagi menggauli istrinya, namun yang demikian tidak berarti memutuskan perkawinan.Ia diwajibkan membayar kafaraah atas zhihar yang dilakukannya itu. Sesudah itu dia diperbolehkan kembali kepada istrinya. Hal ini dijelaskan Allah dalam surat al-Mujadilah ayat 3 :
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا
Dan orang-orang yang menzhihari istrinya, kemudian mereka menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan hamba sahaya sebelum kedua suami istri itu begaul.[8]

5.      Ila'
Secara arti kata ila’ berarti “tidak mau melakukan sesuatu dengan cara bersumpah”. Secara definitif ila’ berarti “sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya”.
Bersumpah untuk tidak menggauli istri merupakan kebiasaan orang Arab jahiliyah dan yang demikian dimaksudlan untuk memutuskan hubungan perkawinan. Dalam pandangan islam Ila’ tersebut adalah perbuatan yang terlarang karena menyalahi hakikat dari perkawinan untuk mendapatkan ketenangan hidup, kasih sayang dan rahmat. Namun melakukan hubungan kelamin setelah sumpah yang diucapkannya itu juga perbuatan terlarang, karena berarti melanggar sumpah.
Untuk mengatasi hal itu Allah memberi tuntunan dalam firmannya pada surat al- Baqarah ayat 226-227 :
لِلَّذِينَ يُؤْلُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ تَرَبُّصُ أَرْبَعَةِ أَشْهُرٍ فَإِنْ فَاءُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (226) وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (227

Kepada orang-orang yang meng-ila’ istrinya diberi tenggang waktu selama empat puluh bulan (lamanya), kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.Bila mereka berazam (berketetapan hati) untuk talak maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Bila telah habis tenggang waktu empat puluh bulan yang ditetapkan Allah dan ternyata si suami tidak mau menggauli istrinya dengan terlebih dahulu membayar kafarah, maka istri wajib menuntut untuk diceraikan.Kalau dia menceraikan dengan baik-baik maka suami tidak mau menceraikan dan tidak mau pula kembali kepada istrinya, maka hakim wajib menceraikan suamiistri itu.
Cerai dalam bentuk ini berstatus talak bain sughra menurut ulama Hanafiyah, sedangkan menurut Maliki dan Syafi’iy, perceraiannya adalah dalam bentuk talak raj’iy karena tidak ada dalil yang kuat yang menyatakan bain.
6.      Li’an
Secara harfiah li’an berarti saling melaknat.Secara terminologis berarti “sumpah suami yang menuduh istrinya berbuat zina, sedangkan dia tidak mampu mendatangkan empat orang saksi, setelah terlebih dahulu memberikan kesaksian empat kali bahwa ia benar dalam tuduhannya.”
Pada dasarnya bila seseorang menuduh perempuan baik-baik berbuat zina dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, mesti dikenai had qazaf yaitu tuduhan zina tanpa saksi. Had qazaf itu adalah 80 kali dera. Hal ini dijelaskan Allah dalam surat al-Nur ayat 4 :
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلَا تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (4)
Orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan baik (berbuat zina) dan mereka tidak dapat mendatangkan empat orang saksi, maka derlaah mereka delapan puluh kali dera dan janganlah kamu terima kesaksiannya untuk selamanya dan mereka itulah orang yang fasik.
Bila yang melakukan penuduhan itu adalah suami terhadap istrinya dan tidak dapat mendatangkan empat orang saksi kecuali hanya dirinya saja, maka ia harus menyampaikan kesaksian sebanyak empat kali yang menyatakan bahwa ia benar atas tuduhannya. Yang kelima ia menyatakan bahwa laknat Allah atasnya bila ia berdusta dengan tuduhannya itu.
Dengan sumpahnya itu maka suami bebas dari sanksi tuduhan zina tanpa bukti.Hal itu berarti bahwa tuduhan zina itu adalah benar. Untuk selanjutnya si istri dikenai sansi berbuat zina yaitu dera seratus kali bila ia belum dicampuri oleh suaminya dan rajam bila ia telah pernah dicampuri oleh suaminya.
Namun, apabila si istri tidak pernah berbuat zina seperti yang dituduhkan suaminya itu, maka ia berhak membela dirinya dengan menolak sumpah suami tersebut. Hal ini diatur Allah dalam surat al-Nur ayat 8 dan 9 :
وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (8) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ (9)
Istrinya itu terhindar dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah bahwa sesungguhnya suaminya itu termasuk orang yang berdusta; dan sumpah yang ke lima bahwa kemarahan Allah atasnya bila suaminya itu termasuk orang benar.
Dengan sumpah penolakan itu si istri  terlepas dari sanksi zina. Sumpah si suami dan penolakan sumpah dari istri itu dilakukan di hadapan hakim di pengadilan.Dengan terjadinya saling sumpah dan saling melaknat itu maka putuslah perkawinan di antara keduanya dan tidak boleh kembali melangsungkan perkawinan untuk selamanya.Di samping itu anak yang lahir dari perkawinan itu tidak dinasabkan kepada suami yang meli’an istrinya itu, karena li’an itu disamping menuduh zina, juga sekaligus menafikan anak yang dikandung istrinya.[9]

C.    Akibat hukum putusnya perkawinan :
Bila hubungan perkawinan putus antara suami dan istri, maka akibat hukumnya adalah :
a.       Hubungan antara keduanya adalah asing dalam arti harus berpisah dan tidak boleh saling memandang, apa lagi bergaul seperti suami istri, sebagaimana yang berlaku antara dua orang yang saling asing.
b.      Berlaku atas istri yang dicerai ketentuan iddah.[10]
 
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
A. Putusnya pernikahan itu ada dalam beberapa bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya pernikahan itu. Dan putusnya pernikahan dapat terjadi karena adanya :
1. Talak.
2. Khulu'.
3. Fasakh.
4. Zhihar.
5. Ila'.
6. Li'an.
B. Akibat hukum putusnya perkawinan :
Bila hubungan perkawinan putus antara suami dan istri, maka akibat hukumnya adalah :
a. Hubungan antara keduanya adalah asing dalam arti harus berpisah dan tidak boleh saling memandang, apa lagi bergaul seperti suami istri, sebagaimana yang berlaku antara dua orang yang saling asing.
b. Berlaku atas istri yang dicerai ketentuan iddah.


DAFTAR PUSTAKA

Azzam Muhammad Azis Abdul. Fiqih Munakahat. Jakarta : Amzah, 2009.
Abidin Slamet. Fiqih Munakahat II. Bandung : CV Pustaka Setia, 1999.
Qodim Husnul. Fikih Ibadah. Jakarta : LeKDiS, 2007.
Tihami. Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap. Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2010.
Syarifuddin Amir. Garis-Garis Besar Fiqh. Jakarta : Kencana, 2003.


[1]Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta : Prenada Media), 124-125.
[2] Tihami, Fikih Munakahat : Kajian Fkih Nikah Lengkap, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), 229-230.
[3] Husnul Qodim, Fikih Ibadah, (Jakarta : LeKDiS), 137.
[4] Ibid., 138
[5]Slamet Abidin, Fiqih Munakahat II, (Bandung : CV Pustaka Setia), 55.
[6]Ibid., 58-66
[7]Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta : Prenada Media), 131.
[8] Ibid., 133-136
[9] Ibid., 137-140
[10]Ibid., 141